Alkisah,
Kerajaan Wisnuloka dipimpin oleh Dewa Wisnu. Kerajaan Wisnuloka dihuni
oleh para dewa dan bidadari. Salah satu bidadari itu bernama Dewi Ratih
atau Dewi Bulan.
Kerajaan Wisnuloka sering mendapat ancaman dari para raksasa yang bermukim di Bumi Bali Dwipa. Diantara para raksasa itu, yang paling menakutkan adalah Kala Rau. Ia bertubuh besar dan kekar. Wajahnya sangat menyeramkan. Ia pun sangat sakti. Kesaktiannya melebihi kesaktian beberapa dewa. Kala Rau mengancam akan meyerang Kerajaan Wisnuloka karena cintanya ditolak oleh Dewi Ratih atau Dewi Bulan.
Kerajaan Wisnuloka sering mendapat ancaman dari para raksasa yang bermukim di Bumi Bali Dwipa. Diantara para raksasa itu, yang paling menakutkan adalah Kala Rau. Ia bertubuh besar dan kekar. Wajahnya sangat menyeramkan. Ia pun sangat sakti. Kesaktiannya melebihi kesaktian beberapa dewa. Kala Rau mengancam akan meyerang Kerajaan Wisnuloka karena cintanya ditolak oleh Dewi Ratih atau Dewi Bulan.
Dewa Wisnu berfikir panjang. Salah satu jalan yang dapat
ditempuh adalah membagikan tirta amerta (air kehidupan) kepada para
dewa. Tirta amerta itu dapat menghindarkan para dewa dari kematian saat
Kala Rau menyerang kerjaan Wisnuloka. Dewa Wisnu lalu memberikan kendi
yang berisi tirta amerta kepada para dewa. Dewa Wisnu berpesan setiap
dewa cukup minum seteguk titra amerta.
Satu demi satu dewa pun
minum titrta amerta dari kendi tersebut. Mula-mula Dewa ISwara, kemudian
Dewa Sambu, Brahma, Maha Dewa, dan Sasngkara. Ketika geliran tiba pada
Dewa Kuwera, Dewa Wisnu mencium bau aneh. Dewa Wisnu merasakan sosok
Dewa Kuera mencurigakan. Kecurigaan Dewa Wisnu semakin besar setelah
melihat Dewa Kuera meneguk titra amerta berkali-kali.
Tiba-tiba Dewa Wisnu berteriak,”Kamu bukan Kuera! Kamu Raksasa Kala Rau!”
Semua dewa mendengar teriakan Dewa Wisnu terkejut. Dewa Wisnu lalu
memanah leher Dewa Kuera palsu itu. Perlahan-lahan Dewa Kuera berubah
menjadi Kala Rau. Leher Kala Rau putus dan kepala terpisah dari
badannya. Dengan segera, para dewa membuang badan Kala Rau ke bumi.
Bangkai tubuh Kala Rau yang dibuang ke bumi berubah menjadi kentungan
atau lesung.
Sedangkan kepala Kala Rau yang terpisah dari
badanya melayang-layang di angkasa. Kepala itu belum menjadi bangkai
karena sempat meminum tirta amerta. Air yang diminumnya baru sampai
kerongkongan. Oleh sebab itu, kepala Kala Rau masih tetap hidup.
Pada suatu ketika, saat bulan purnama, kepala Kala Rau berjumpa dengan Dewi Ratih. Kepala Kala Rau lalu menghadang Dewi Ratih.
“Dewi Ratih! Kamu tidak dapat menghindar dari ku lagi! Kamu tidak dapat
menolak cintaku. Kini kamu menjadi milikku!” kata Kala Rau kepada Dewi
Ratih.
Tubuh Dewi Ratih gemetar mendengar kata-kata Kala Rau.
Ia tidak dapat menghindar saat kepala Kala Rau semakin mendekat dan
mendekapnya. Tubuh Dewi Ratih yang cantik itu perlahan-lahan tertelan
Kala Rau.
Raksasa yang rakus itu mengira tubuh Dewi Ratih masuk
ke perutnya. Ternyata dugaan Kala Rau salah. Sesaat kemudian, sedikit
demi sedikit tubuh Dewi Ratih muncul kembali.
Ketika tubuh Dewi
Ratih tertelan kepala Kala Rau, Bumi Bali Dwipa menjadi gelap. Peristiwa
tertelannya tubuh Dewi Ratih oleh Kala Rau dipercaya oleh penduduk
Bali Dwipa sebagai penyebab terjadinya Gerhana Bulan. Oleh karena itu,
setiap terjadi Gerhana Bulan penduduk beramai-ramai memukul kentungan,
lesung, dan alat bunyi-bunyian lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar